Tradisi Lisan Dayak Kanayatn Skip to main content

Tradisi Lisan Dayak Kanayatn

Tradisi Lisan Dayak Kanayatn

Tradisi Lisan Dayak Kanayatn

Tradisi lisan Dayak Kanayatn sama halnya dengan adat yang berlaku dalam kehidupan mereka. Adat ini meliputi seluruh aspek kehidupan dan berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Ia mengatur kehidupan masyarakat dalam berinteraksi. Ketika masyarakat Dayak Kanayatn melanggar hukum adat, mereka sangat malu ketimbang mereka melanggar peraturan pemerintah. Hal ini karena adat merupakan peraturan warisan nenek moyang yang bersifat universal dan mengikat. Tidak menghormati adat dianggap “tidak beradat”. Bila masyarakat Dayak Kanayatn tidak beradat, maka dapat disamakan bukan orang Dayak. Hal seperti inilah yang menyebabkan tradisi lisan dan adat sangat dihormati, serta dijunjung tinggi dalam kehidupan masyarakatnya.

Tradisi lisan Dayak Kanayatn terkait erat dengan upacara. Semua tata pergaulan, perilaku dan upacara dalam masyarakat Dayak Kanayatn diatur oleh adat dan adanya sangsi bagi setiap pelanggaran. Melalui adat ini pula semua bentuk upacara dan musik dalam upacara dapat terjaga kelestariannya. Artinya adat atau tradisi lisan Dayak Kanayatn mengharuskan adanya upacara, sedangkan upacara berkaitan erat dengan musik sebagai bagian upacara.

Tradisi lisan masyarakat Dayak Kanayatn merupakan bagian dari mitos yang berhubungan dengan kepercayaan. Mitos-mitos ini menerangkan suatu kejadian yang suci atau suatu peristiwa yang dialami nenek moyang jaman dahulu. Masa purba merupakan masa yang suci dan pada waktu itu masih terjadi pertemuan dengan Ilahi. Keseluruhan mitos ini menjadi dasar tingkah laku untuk mendukung stabilitas pergaulan di masyarakat. Masyarakat Dayak Kanayatn sangat menghormati mitos, karena adat lahir dari mitos tersebut. Oleh karena itu wajar saja bila sebagian orang menganggap mitos sebagai kitab sucinya masyarakat Dayak Kanayatn, bahkan bagi seluruh masyarakat Dayak di Kalimantan.

Tradisi lisan Dayak Kanayatn terbagi menjadi dua bagian, yaitu yang bercorak cerita, seperti cerita rakyat, legenda, epik, dan yang bercorak bukan cerita, seperti ungkapan, nyanyian puisi lisan, peraturan dan upacara adat.  Adapun tradisi lisan tersebut adalah sebagai berikut.

Bercorak Cerita

  1. Singara, jenis cerita rakyat biasa yang berhubungan dengan situasi kehidupan di masyarakat, seperti cerita jenaka, cerita pelipur lara, cerita binatang dan cerita percintaan.
  2. Gesah, adalah cerita yang berhubungan dengan agama lama atau agama asli dan asal usul kehidupan. Contohnya cerita pahlawan, asal usul dunia, kehidupan, manusia, asal usul padi dan bercocok tanam (berladang), dan lain sebagainya.
  3. Osolatn, yaitu kisah asal usul keturunan (jujuhatn) atau tentang silsilah keturunan suatu keluarga yang dapat dilacak lewat cerita tersebut. Contohnya seperti Osolatn atau  jujuhatn Bukit Talaga.
  4. Batimakng, yaitu kegiatan yang bersifat hiburan atau bujukan orang tua untuk anak-anak. Biasanya dibawakan pada waktu senggang atau saat mau tidur, seperti pepatah, pantun atau lagu (lagu pengantar tidur).
  5. Pantutn, yaitu cerita berbentuk puisi yang berisi nasehat, peringatan, dan kasih sayang. Pantun ini banyak dibawakan dalam lagu-lagu Jonggan 
  6. Sungkalatn atau sungkaatn, yaitu cerita berbentuk perumpamaan atau pepatah tentang peringatan, penjelasan dan nasehat.
  7. Salong, yaitu cerita dalam bentuk sindiran tentang suatu kebiasaan atau perilaku yang kurang baik mengenai pergaulan dalam masyarakat.

Bercorak Bukan Cerita

  1. Sampore’, yaitu upacara yang berhubungan dengan rehabilitasi hubungan yang pernah cacat atau selisih, seperti dalam upacara perobatan Lenggang, Liatn, Dendo, Babuis (karena jukat atau roh halus yang mengganggu), Bapipis dan Batapukng Tawar.
  2. Lala’, adalah semacam pantang atau larangan bagi masyarakat Kanayatn untuk makan makanan jenis tertentu, melakukan perkerjaan tertentu. Sebagai contoh bapantang sehabis mengadakan upacara ka’ Panyugu yang dilakukan masyarakat Dayak Kanayatn di sekitar Bukit Talaga.
  3. Tanung, yaitu menentukan jenis perbuatan untuk mencari cara terbaik sebelum melakukan sesuatu dalam keadaan mendesak, seperti keadaan gawat, perang dan lain sebagainya. Tanung ini terbagi menjadi 5 macam, yaitu Tanung Ai’, Tanung Tali, Tanung Karake’, Tanung Sarakng Pinang, dan Tanung Dapa’ Layakng. 
  4. Baremah, yaitu permohonan penutup dalam suatu upacara atau sebagai tanda syukur atas hasil pekerjaan, seperti upacara pasca panen.
  5. Renyah, yaitu sejenis pantun yang dilagukan yang biasanya berisi nasehat, sindiran, dan pesan yang terkait dengan kehidupan. Renyah biasanya dituturkan saat ke ladang, kebun dan hutan. 
  6. Bacece’, yaitu perundingan para tokoh kampung, sanak keluarga, kerabat sekampung mengenai budi, hutang orang yang telah meninggal.
  7. Pangka’, yaitu upacara untuk memperingati Ne’ Baruakng sewaktu turun ke bumi membawa padi dan mengajarkan tradisi berladang kepada manusia. 
  8. Mura’atn, yaitu melakukan doa secara pribadi agar tidak ditimpa malapetaka.
  9. Liatn, yaitu upacara ritual yang bersifat magis dan sakral dalam bentuk tarian dan doa atau vokal mantra (mantra yang dinyanyikan). Tujuannya pelaksanaan upacara ini tergantung dari orang atau keluarga yang melaksanakan, seperti berobat, mayar niat (membayar niat), ngangkat paridup (mengharap kehidupan yang lebih baik), dan lain sebagainya.
  10. Mulo, yaitu pengucilan bagi orang yang melanggar adat istiadat dalam suatu masyarakat adat.
  11. Gawe atau Gawai, yaitu upacara syukur atas apa yang telah diberikan Jubata atau menandai awal suatu kehidupan baru, seperti Gawe pasca panen, Gawe Balak (awal masa remaja), dan Gawe Penganten (menempuh hidup baru dalam berkeluarga).
  12. Totokng, yaitu upacara penghormatan kepada kepala kayauan (kepala hasil mangayau) agar jangan sampai terkena kutuk kepala tersebut. Upacara ini dapat pula dikatakan untuk membuang sangar (dosa) atas kesalahan yang dilakukan saat Mangayau (memotong kepala) zaman dahulu.
  13. Nyangahatn, yaitu upacara sembahyang atau berdoa menurut agama asli orang Dayak Kanayatn. Nyangahatn biasanya dilakukan sebelum melakukan sesuatu atau pada awal melakukan suatu upacara agar selamat dan terhindar dari gangguan makhluk halus. Nyangahatn juga digunakan untuk memanggil roh halus yang akan dimintai bantuannya dalam ritual pengobatan tradisional, seperti pengobatan dalam upacara liatn.
  14. Dendo dan Lenggang, yaitu ritual perdukunan tradisi Dayak Kanayatn yang bersifat magis dan mendapat pengaruh budaya Melayu dan Cina. Tujuan upacara ini biasanya menyesuaikan niat orang atau keluarga yang melaksanakan upacara tersebut.
Mau beli alat musik Dayak Kalimantan?
LIHAT ALAT MUSIK DAYAK
Hubungi Admin: 0811 5686 886.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar