Matinya Musik Dayak 3 Skip to main content

Matinya Musik Dayak 3

Matinya musik dayak 3

Musik Tradisi yang Teraniaya

Benar kata kawan saya (nama dirahasiakan…hehehee), seberapa jauh sih eksistensi musik tradisi itu dapat kita rasakan?. Mungkin selama ini kita banyak bicara masalah (yah karena pembicaraan itu selalu menjadi permasalahan baru) musik tradisi. Kita ambil contoh kasus, penggiat musik tradisi di Kalimantan Barat kebanyakan bermain dalam musik iringan tari. Itupun kadang posisinya tidak menguntungkan. Sudahlah bermain dipojok panggung, penerangan secukupnya (temaram kayak warung-remang-remang), bahkan tidak masuk sama sekali dalam kekeran kamera. Itupun kita sudah merasa bahagia, walau kadang ada ganjalan-ganjalan emosional dalam proses penggarapan.

Merdekalah orang-orang yang tidak ketergantungan dengan jejak kesalahan dan bentuk yang dipaksakan. Mereka bisa berkarya kapan saja, pentas musik yang sesungguhnya, bahkan mereka bisa pentas dimana saja dalam kebebasan berkarya. Mereka bijak dengan sedikit bicara namun bercerita dalam bunyi sesungguhnya.

Permasalahan Musik Iringan Tari

Suatu hal yang banyak berlaku ketika kita mengiring tari adalah musik harus mengikuti tari (yang jelas tidak mengikuti tukang bakso atau tukang ledeng ya gan). Kita tidak bisa menyalahkan kuping penari yang kadang mengatakan musiknya tidak enak, musiknya tidak pas dengan gerakan, atau musiknya terlalu ini dan itu, kurang ini dan itu. Tahukan kalian, persepsi musikal yang ditangkap kuping itu relatif, apalagi karena kurangnya pemahaman mengenai musik itu sendiri.

Sekali lagi penata musik tari harus kerja lembur bikin musik yang sesuai dengan keinginan penata tari. Intinya biar klop dengan keinginan penata tari, walau kadang keserasian dengan gerakan kebanyakan kita abaikan. Selain itu penari juga kadang terjebak dalam pencarian bentuk baru yang kadang juga kasusnya bisa sama atau lebih parah keadaannya. Kita mulai mencari, membuat, dan mengembangkan bentuk baru dan menjejalkannya dalam karya. Selanjutnya kita berpegang dalam teori kebebasan dalam berkarya.

Bebas tapi tidak berbekas, hebat tapi tersesat. Intinya kita telah banyak beralasan dalam pengkaryaan, akhirnya saking berkembangnya kita lupa jalan pulang.
Saat keadaan terdesak, penata musik mulai berpikir untuk mengembangkan musik tradisi. Dia mulai mengeksplorasi berbagai tabuhan untuk mengejar kesesuaian keinginan penata. Mulai disini kebanyakan kita sudah melupakan keutuhan bentuk atau setidaknya mulai mengaburkan lalu akhrinya menghilangkan. Apalagi ketika referensi musik sedikit, akhirnya dia membuat tabuhan baru atau mencampur tabuhan lainnya dengan tidak memandang khasanah tradisi yang ada. Sangat naif sekali ketika kita bawa karya itu diajang lomba tari kreasi Dayak. Dengan bangganya kita katakan ini adalah musik Dayak dan ini karya saya yang hebat mengenai Dayak. Padahal tanpa sadar kita sudah menganiaya musik Dayak itu sendiri. Itulah perhelatan musik tradisi yang teraniaya.
Mau beli alat musik Kalimantan?
LIHAT ALAT MUSIK DAYAK
Hubungi Admin: 0898 8566 886.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar