Pembunuh Musik Tradisi
Dilematik Perkembangan Musik Tradisi di Kota Pontianak
Musik tradisi merupakan pilar penting dalam kebudayaan. Ia tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media ekspresi nilai kesukuan, identitas budaya, sejarah kehidupan, dan pandangan hidup masyarakat pemiliknya. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, musik tradisi di Kota Pontianak semakin terpinggirkan dan menghadapi ancaman degradasi nilai. Sebuah wacana melemahnya keberlanjutan warisan budaya di tengah derasnya arus modernisasi global.
Dominasi Budaya Populer
Salah satu faktor utama penyebab meredupnya musik tradisi di Kota Pontianak adalah dominasi budaya populer. Musik modern yang didukung oleh industri besar, teknologi canggih, serta media digital mampu menjangkau masyarakat secara masif dan instan. Sebaliknya, musik tradisi kerap dipandang kuno, tidak relevan, dan kurang menarik atau tidak sesuai selera generasi muda. Akibatnya, terjadi pergeseran pilihan secara signifikan. Kini masyarakat lebih memilih musik yang mudah diakses dan mengikuti tren global dibandingkan musik tradisi yang membutuhkan pemahaman konteks budaya dan proses belajar yang lebih panjang.
Lemahnya Sistem Pewarisan
Lemahnya sistem pewarisan musik tradisi turut mempercepat kemunduran musik tradisi. Pada masa lalu, musik tradisi diwariskan secara lisan dan praksis melalui keluarga atau komunitas adat (sanggar-sanggar). Saat ini, pola kehidupan yang semakin individualistis dan urban menyebabkan ruang-ruang pewarisan tersebut menyempit. Selain itu, banyak maestro musik tradisi meninggal dunia tanpa sempat mentransfer pengetahuan dan keterampilannya kepada generasi penerus. Ditambah lagi, tidak adanya dokumentasi yang memadai dan program regenerasi berkelanjutan, membuat musik tradisi kehilangan pelaku sekaligus penjaganya.
Beberapa pengamat mengatakan musik tradisi “hampir mati”. Walau bukan kematian secara nyata, namun setidaknya nasib musik tradisi sudah berada di ujung tanduk. Meskipun demikian, masih banyak juga para pelaku budaya yang berpendapat bahwa musik tradisi masih memiliki peluang untuk bertahan dan berkembang apabila dilakukan upaya revitalisasi yang serius. Inovasi yang berangkat dari pemahaman mendalam terhadap nilai tradisi, pemanfaatan teknologi untuk dokumentasi dan distribusi, serta keterlibatan aktif generasi muda dapat menjadi jalan keluar. Yang terpenting, musik tradisi perlu diposisikan kembali sebagai identitas yang bernilai, bukan sekadar peninggalan masa lalu.
Belum Optimalnya Keterlibatan Institusu Pendidikan
Peran institusi pendidikan dan negara juga belum optimal dalam menjaga keberlangsungan musik tradisi. Kurikulum pendidikan formal sering kali menempatkan seni tradisi sebagai pelengkap, bukan sebagai bagian integral dari pembentukan karakter dan identitas budaya. Di sisi lain, kebijakan pelestarian budaya kerap bersifat seremonial dan tidak menyentuh akar permasalahan, seperti kesejahteraan seniman tradisi, akses ruang pertunjukan, dan adaptasi musik tradisi terhadap konteks zaman.
Degradasi Kepdulian Sosial
Suatu hal yang belum banyak disadari para seniman musik tradisi di Kota Pontianak, matinya musik tradisi bukanlah peristiwa yang terjadi secara alami, melainkan hasil dari pilihan sosial, degradasi kepedulian, dan wacana politik yang tidak berpihak. Padahal, masa depan musik tradisi sangat bergantung pada kesadaran kolektif untuk merawat, mempelajari, dan menghidupkannya kembali sebagai bagian tak terpisahkan dari jati diri bangsa. Musik tradisi harus difahami bukan sekadar suara atau melodi. Dia adalah rekaman sejarah dan warisan yang dibangun lintas generasi. Ironisnya, di balik upaya kreatifitas yang seharusnya menjaga relevansi musik tradisi, kreativitas itu sendiri sering bertindak sebagai kekuatan destruktif yang membuat musik tradisi kehilangan jati diri, bahkan membunuh musik itu sendiri.
Kreativitas dan penyesuaian dialektika modernitas, sering kali menjadi penyebab utama “pembunuhan” musik tradisi. Musik tradisi ditengah modernitas urban tidak hanya sekadar kehilangan popularitas, namun mengalami perubahan substansial, hingga kehilangan nilai-nilai pokok yang membuatnya tidak unik lagi. Globalisasi adalah fenomena yang membuka keterhubungan lintas batas negara dan budaya yang akhirnya mengubah pola hidup tradisional menuju kehidupan yang lebih cepat, serba digital, dan terstandarisasi.
Wadah Pertukaran Budaya yang Masif
Kota Pontianak menjadi wadah pertukaran budaya secara masif. Masuknya budaya musik populer, budaya instan perkotaan, dan berbaurnya dialektika kekinian dalam penciptaan yang berangkat dari musik tradisi memaksa perubahan kontek budaya dan selera. Sementara itu, musik tradisi, yang biasanya berakar budaya lokal dan bersifat kontekstual budaya, tidak memiliki struktur distribusi yang sama kuatnya. Terutama diwilayah perkembangan kreatifitas penciptaan. Akhirnya banyak penciptaan baru yang melibatkan musik tradisi malah menjadi penyesatan bagi generasi selanjutnya.
Kenyataannya, modernisasi hanya dipahami sebagai kemampuan untuk memadukan berbagai ide serta menciptakan sesuatu yang “baru dan sesuai selera zaman”. Berbagai konten trending menjadi patokan, namun tidak memperdulikan berbagai nilai budaya dalam tradisi itu sendiri. Banyak seniman Kota Pontianak menyajikan kreatifitas dalam konteks kebaruan, namun banyak yang mengabaikan unsur nilai budaya lokal yang seharusnya dipertahankan. Ketika kreativitas dipaksa untuk diaplikasikan pada musik tradisi dengan acuan modernitas, hasilnya adalah musik tradisi dengan transformasi berlebihan, sehingga identitas aslinya tidak kelihatan.
Kenyataan Akhir Perkembangan
Di kota Pontianak ini, musik tradisi sering dimasukkan ke dalam ranah hiburan komersial dan harus selalu disesuaikan dengan semangat zaman. Alat musik tradisional Dayak dan Melayu ditempatkan dalam ranah perkembangan dengan alasan membentuk ketahanan budaya. Sementara orientasi pemikiran seniman Pontianak banyak terkontaminasi perkembangan digital tanpa memahami esensi perkembangan musik dalam ranah budaya sesungguhnya. Akhirnya transformasi tersebut melahirkan bentuk baru yang dianggap kreatif untuk menarik perhatian audiens urban, namun sering kali mengorbankan makna budaya asli. Sementara dalam format komersial, musik tradisi direduksi menjadi sekadar “ornamen” estetis, menjadi penghias panggung tanpa konteks budaya. Musik tradisi menjadi produk konsumtif tanpa narasi. Akhirnya kreativitas bukan memaknai ulang tradisi, melainkan mengemas ulang tanpa penghormatan terhadap identitas budaya yang seharusnya dilestarikan. Gilanya, kenyataan ini bukan hanya merambah pada ranah musik tradisi, namun mejalar di semua lini kesenian.
atau mau beli alat musik Kalimantan?
LIHAT ALAT MUSIK DAYAK
LIHAT ALAT MUSIK MELAYU
Hubungi Admin: 0811 5686 886.

