Ontologi Bunyi, Tubuh, Dan Ruang
Musik Kontemporer Sebagai Peristiwa Keberadaan dan Kehadiran
Musik kontemporer sering dipersepsikan sebagai wilayah seni yang sulit diakses, abstrak, dan terlepas dari pengalaman keseharian. Persepsi ini muncul terutama karena musik kontemporer kerap menanggalkan struktur musikal konvensional seperti melodi, harmoni tonal dalam bentuk formal yang mapan. Namun, jika ditinjau lebih dalam dari sudut pandang ontologi, musik kontemporer justru menawarkan pemahaman yang sangat mendasar tentang relasi manusia dengan dunia. Musik kontemporer tidak terutama hadir sebagai objek estetis yang dapat dikonsumsi atau dinilai secara formal, melainkan sebagai peristiwa keberadaan: sebuah kejadian material dan sensorik yang melibatkan bunyi, ruang, tubuh, dan waktu secara simultan.
Memahami musik kontemporer sebagai peristiwa keberadaan berarti menggeser fokus dari karya sebagai benda atau teks menuju musik sebagai kejadian. Dalam tradisi musik Barat klasik, karya musik umumnya dipahami sebagai entitas yang relatif stabil. Musik barat kebanyakan direpresentasikan melalui partitur, direproduksi dalam berbagai pertunjukan, dan dinilai berdasarkan terhadap struktur formal tertentu. Namun kehadiran dan keberadaan musik kontemporer menggugat paradigma ini dengan menekankan bahwa musik tidak pernah hadir secara abstrak, melainkan selalu terjadi dalam kondisi konkret. Bunyi hanya ada ketika ia bergetar, merambat dalam ruang, dan dialami oleh tubuh pendengar. Dengan demikian, musik tidak berada di luar dunia, tetapi berlangsung di dalam dunia sebagai bagian dari realitas material itu sendiri.
Sebagai peristiwa keberadaan, musik kontemporer tidak dapat sepenuhnya dipisahkan dari situasi tempat ia terjadi. Setiap pertunjukan atau instalasi bunyi merupakan kejadian tunggal yang tidak dapat diulang secara identik. Perubahan kecil pada akustik ruang, posisi pendengar, intensitas bunyi, atau bahkan kondisi fisik tubuh akan menghasilkan pengalaman musikal yang berbeda. Ontologi musik kontemporer, oleh karena itu, bersifat temporal dan situasional. Musik ada sejauh ia berlangsung, dan maknanya muncul dalam momen kehadiran tersebut.
Pandangan ini membawa implikasi ontologis yang signifikan. Musik tidak lagi dipahami sebagai objek estetis yang dapat dimiliki, disimpan, atau direproduksi secara sempurna, melainkan sebagai proses yang selalu berada dalam ruang antara "keberadaan dan kehadiran". Rekaman dan dokumentasi hanya dapat menangkap jejak, bukan peristiwa itu sendiri. Dengan demikian, musik kontemporer menegaskan kembali "keberadaan" dari pengalaman estetik dan menempatkan "kehadiran" sebagai nilai utama.
Ontologi musik kontemporer yang demikian bersifat relasional. Bunyi tidak pernah berdiri sendiri, melainkan selalu muncul dari relasi antara berbagai elemen material, itu lah yang disebut manifestasi kehadiran. Setiap bunyi merupakan hasil interaksi antara objek yang bergetar, medium perambatan seperti udara atau material padat, ruang yang membentuk pantulan dan resonansi, serta tubuh pendengar yang merasakan getaran tersebut. Musik kontemporer menjadikan relasi-relasi ini sebagai pusat perhatian, bukan sekadar latar teknis yang netral, inilah yang disebut sebagai keberadaan.
Secara mudahnya, jika kita menganggap bahwa musik kontemporer adalah sebuah kehadiran berarti dia sudah ada sebelum musik itu dihadirkan, walau hanya dalam ruang konsep dan dalam bahasa bunyi yang acak. ketika musik itu dihadirkan, baik dalam ruang konser, panggung terbuka, dimanapun tempat maka dia sudah menempati ruang keberadaan. Namun tidak terstruktur, acak, dan absurd. dia bergerak secara simultan mengisi ruang dan waktu.
Jika kita telaah lebih mendalam, ketidak teraturan itu bukan sistem acak tanpa bentuk, namun keterbatasan manusia untuk memahami struktur tersebut sehingga terlihat tidak teratur. Oleh karena itu musik dibahasakan dalam ruang berupa simpulan bunyi, mengalir berdasarkan rasa dan pencarian tanpa memikirkan bentuk. Akhirnya timbul kata eksperimentasi bunyi, eksplorasi bunyi, dan pengembangan bunyi (tampa batasan). Ketika keberadaan susunan bunyi yang abstrak tadi disajikan, disitulah dia hadir menjadi musik kontemporer. Sebuah bahasa bunyi disaat itu, diruang itu, dan ditangkap sebagai sebuah fenomena bunyi.
Fenomena kehadiran dari keberadaan itulah yang akhirnya disebut dengan semangat kekinian. Walau kadang ada juga bahasa musik kontemporer merujuk pada pemahaman atonalitas absolut, namun semangatnya tetap sebuah "penjelajahan yang bebas". Disitulah musik dianggap benar-benar bebas tanpa kekangan: struktur yang bebas, konsep yang bebas, bahkan mempunyai aturan yang membebaskan. Satu hal yang perlu kita ingat, bahwa keberadaan dan kehadiran adalah tubuh bunyi itu sendiri. Sebuah relasi yang dihidupkan dalam nafas kebebasan.
Pendekatan Embodied sebagai Ruang Rasionalitas dalam Relasi dan Situasi
Sifat relasional keberadaan dan kehadiran bunyi menegaskan bahwa musik tidak dapat direduksi menjadi struktur internal semata. Notasi, konsep komposisi, atau algoritma hanya menyediakan kerangka potensial, tetapi musik itu sendiri baru ada ketika relasi material tersebut terwujud, artinya ada relasi secara menyeluruh. Dalam konteks ini, komposer tidak lagi menjadi satu-satunya pusat makna. Performer, ruang, teknologi, dan pendengar memiliki peran yang sama penting dalam membentuk pengalaman musikal. Musik kontemporer mencerminkan pergeseran dari ontologi objek menuju ontologi relasi dan situasi.
Selain relasional, ontologi musik kontemporer juga bersifat situasional. Musik selalu terikat pada konteks tertentu, baik konteks spasial, sosial, maupun historis. Instalasi bunyi dalam suatu ruang akan menghasilkan pengalaman yang berbeda-beda, tidak pernah sama, baik itu pertunjukan di ruang konser atau di ruang publik terbuka. Musik kontemporer sering kali memanfaatkan situasi ini secara sadar, menjadikan konteks sebagai bagian integral dari karya.
Sifat situasional ini juga berarti bahwa musik kontemporer menolak universalitas pengalaman estetik. Tidak ada satu cara mendengar yang dianggap paling benar atau paling otentik. Setiap pendengar mengalami musik dari posisi tubuh, latar pengalaman, dan kondisi sensorik yang berbeda. Dengan demikian, musik kontemporer membuka ruang bagi pluralitas pengalaman dan interpretasi tanpa harus tunduk pada standar normatif, seperti aturan musik pada umumnya.
Dimensi ontologis musik kontemporer menjadi semakin jelas ketika perhatian diarahkan pada tubuh pendengar. Mendengarkan dalam musik kontemporer bukanlah aktivitas mental yang terpisah dari tubuh, melainkan pengalaman embodied yang melibatkan seluruh sistem sensorik. Bunyi dirasakan melalui telinga, tetapi juga melalui kulit, tulang, dan organ dalam. Getaran frekuensi rendah dapat mengguncang tubuh, sementara tekstur bunyi tertentu dapat memicu respons fisiologis yang intens.
Pendekatan embodied ini menantang dualisme pikiran dan tubuh yang telah lama mendominasi estetika Barat. Musik kontemporer menunjukkan bahwa pemaknaan tidak selalu berlangsung melalui proses kognitif yang sadar, tetapi juga melalui sensasi pra-reflektif. Tubuh merespons bunyi sebelum pikiran sempat menginterpretasikannya. Dalam konteks ini, mendengarkan menjadi bentuk kehadiran tubuh di dunia, bukan sekadar aktivitas interpretatif.
Relasi antara bunyi, tubuh, dan ruang merupakan inti dari pembentukan makna musikal dalam musik kontemporer. Makna tidak lahir dari struktur abstrak semata, melainkan dari perjumpaan konkret antara elemen-elemen tersebut. Sebuah bunyi yang sama dapat memiliki makna yang berbeda ketika didengar dalam ruang yang berbeda, atau ketika dialami oleh tubuh yang berada dalam kondisi emosional dan fisik yang berbeda. Musik kontemporer secara sadar mengeksplorasi ketidakstabilan makna ini.
Dalam praktik musik kontemporer, ruang sering diperlakukan sebagai instrumen. Pantulan, gema, dan distribusi bunyi dalam ruang menjadi bagian dari komposisi. Pendengar tidak hanya mendengar bunyi, tetapi juga merasakan ruang melalui bunyi tersebut. Dengan bergerak di dalam ruang, pendengar secara aktif membentuk pengalaman musikalnya sendiri. Makna musikal, dalam konteks ini, bersifat emergen dan tidak sepenuhnya dapat diprediksi. oleh karena itulah kenapa musik kontemporer selalu dirasakan susah ditebak, membingungkan, absurd, sekaligus aneh.
Sebenarnya tidak ada bahasa bunyi yang aneh. Itu karena ketidak mampuan kita mencerna fenomena bunyi itu sendiri. Apalagi ketika mendengarkannya kita menariknya dalam berbagai aturan umum musik barat, dipastikan akan terjebak dalam kebingungan semakin dalam. Ketidak mampuan kita mencerna fenomena bunyi itulah yang akhirnya disimpulkan dalam bahasa "aneh". Padahal kitanya yang aneh, bukan musiknya.
Pendekatan embodied ini terlihat jelas dalam praktik sound art dan instalasi bunyi, di mana musik tidak lagi memiliki awal dan akhir yang jelas. Bunyi hadir sebagai lingkungan yang dapat dimasuki dan ditinggalkan kapan saja. Musik tidak disajikan sebagai narasi temporal, melainkan sebagai kondisi spasial. Dalam situasi ini, makna musikal tidak ditentukan oleh perkembangan struktural, tetapi oleh intensitas pengalaman dan kesadaran pendengar terhadap relasi bunyi, tubuh dan ruang.
Dengan demikian, musik kontemporer menolak pemahaman musik sebagai sistem tanda yang tertutup atau tidak dinamis. Bunyi tidak semata-mata mewakili sesuatu di luar dirinya, tetapi memiliki keberadaan dan kehadiran sebagai efeknya sendiri. Makna musikal lahir dari cara bunyi memengaruhi tubuh dan mengkonfigurasi ruang perseptual pendengar. Dalam perspektif ini, musik tidak perlu “dimengerti” secara konseptual untuk menjadi bermakna; ia perlu dialami.
Kesimpulan
Fungsi musik kontemporer sebagai praktik ontologis menjadi jelas dalam konteks ini. Musik kontemporer tidak hanya menawarkan pengalaman estetik, tetapi juga membuka cara baru untuk memahami keberadaan manusia di dunia material. Dengan menekankan relasi, situasi, dan kebertubuhan, musik kontemporer melatih kepekaan terhadap aspek-aspek realitas yang sering diabaikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam dunia modern yang semakin dimediasi oleh representasi digital dan abstraksi data, musik kontemporer mengembalikan perhatian pada materialitas pengalaman. Bunyi tidak dapat sepenuhnya direduksi menjadi file atau angka tanpa kehilangan dimensi fisiknya. Musik kontemporer mengingatkan bahwa manusia selalu berada dalam dunia yang bergetar, beresonansi, dan memengaruhi tubuh secara langsung.
Sebagai praktik ontologis, musik kontemporer juga memiliki dimensi etis. Dengan mengajak pendengar untuk menyadari kondisi sensorik dan material keberadaannya, musik kontemporer mendorong sikap perhatian dan kehadiran. Mendengarkan menjadi latihan kesadaran—sebuah cara untuk hadir secara penuh dalam situasi tertentu, alih-alih tenggelam dalam distraksi dan otomatisme.
Musik kontemporer, dalam pengertian ini, bukanlah seni yang terpisah dari kehidupan, melainkan praktik yang berakar pada pengalaman hidup itu sendiri. Ia tidak menawarkan pelarian dari dunia, tetapi justru memperdalam keterhubungan manusia dengan dunia material. Bunyi menjadi medium melalui mana manusia merasakan, memahami, dan merefleksikan keberadaannya.
Keseluruhan pembahasan ini menegaskan bahwa musik kontemporer perlu dipahami melampaui kategori genre atau gaya. Ia merupakan medan pemikiran dan pengalaman yang mengungkap dimensi ontologis dari musik dan pendengaran. Musik kontemporer menempatkan bunyi sebagai peristiwa keberadaan, menegaskan ontologi yang relasional, situasional, dan embodied, serta menunjukkan bahwa makna musikal lahir dari perjumpaan konkret antara bunyi, tubuh, dan ruang.
Dengan demikian, musik kontemporer adalah praktik ontologis yang menyingkap cara manusia berada di dunia material. Ia mengajak manusia untuk mendengar bukan hanya sebagai aktivitas estetis, tetapi sebagai cara berada dan bagaimana manusia itu terlibat didalamnya. Relasi bunyi adalah realitas di sekeliling dan di dalam diri kita saat musik itu berjalan. Selama manusia hidup dalam dunia yang beresonansi, musik kontemporer akan tetap relevan sebagai ruang refleksi tentang keberadaan, kehadiran. pengalaman, dan kebebasan makna. Inilah yang dimaksud sebuah aturan yang menolak aturan. Semangat sesungguhnya adalah kebebasan yang membebaskan bunyi.
Aku menyaksikan bunyi dan kebebasan.
Pontianak, 22 Desember 2026
atau mau beli alat musik Kalimantan?
LIHAT ALAT MUSIK DAYAK
LIHAT ALAT MUSIK MELAYU
Hubungi Admin: 0811 5686 886.
.jpg)
.jpg)