Kabar Angin Dibalik Batu Nabau Skip to main content

Kabar Angin Dibalik Batu Nabau

Kisah Simpang Siur Dibalik Batu Nabau

BATU NABAU (ular menjadi batu) - Beberapa penduduk setempat percaya bahwa Batu Nabau adalah dewa ular sejati. Jangan membuang telur atau menuangkan susu ke batu atau meminta untuk memenangkan undian, Sebagai gantinya, mintalah kemakmuran. 

Petunjuk ini mungkin terdengar aneh tapi ditulis dengan jelas dalam bahasa Melayu dan Cina di papan pengumuman yang dipakukan ke sebuah pohon dalam perjalanan ke Batu Nabau di Engkilili

Batu Nabau berjarak sekitar 230 km dari Kuching, Malaysia. Nama Engkelili diambil dari dari pohon Engkilili sebagai tumbuhan endemik di daerah tersebut. Pohon Engkilili biasanya tumbuh rendah dengan buah-buahan yang terlihat seperti anggur merah. Sampai sekarang asal muasal Batu Nabau masih jadi perdebatan, Misteri 'Rock Snake of Engkilili'.

Batu karang (Batu Nabau) berbentuk silinder, berukuran sekitar 9m panjangnya dan berdiameter 2m. Salah satu ujungnya terlihat seperti kepala ular, sementara yang lainnya ditutupi semak-semak. Permukiman terdekat berjarak 50 m, sebuah rumah panjang Iban 14 pintu bernama Rumah Bukong Atah.

Menurut mantan kepala rumah panjang Nyalau Muang, 88, Batu Nabau juga banyak dikenal dengan nama 'Batu Lintang'. "Bagi kami, ini hanyalah batu berbentuk biasa yang biasa kami lewati dalam perjalanan ke peternakan kami," kata orang tua itu.

Awal kisah mistis batu Nabau beredar luas dimulai sekitar tahun 2000 awal. seorang pria Siam dari Semenanjung Malaysia dibawa oleh beberapa orang Tionghoa setempat untuk mengunjungi rumah panjang Atah. Mereka ingin tahu apakah ada batu yang terlihat seperti ular di sekitar daerah tersebut.

"Dia (pria Siam) mengatakan kepada kami bahwa dia bermimpi tentang batu yang katanya, sebenarnya adalah seekor ular sejati dan dia harus memberikan penghormatan kepadanya," kenang Nyalau.

Orang rumah panjang Atah akhirnya mengantar pemuda Tionghoa tersebut ke Batu Lintang. Lambat laun mulai banyak orang berdatangan dan terlihat banyak sesaji berupa bunga dan bahan persembahan lainnya. Sampai ditemukan pula perlengkapan beribah suku Tertentu di tempat tersebut.

Rumah Bukong Atah, sebuah rumah panjang Iban, terletak sekitar 50m dari Batu Nabau. "Awalnya kami sedikit terkejut melihat perubahan ini, persembahan, dupa dan lilin. Bagi kami, itu hanya batu, "Nyalau menambahkan. Namun pria Siam tersebut mengaku bahwa persembahan yang dilakukan di batu Nabau tersebut telah dijawab dan diterima.

Awalnya, pengunjung melemparkan telur mentah dan koin dan menumpahkan susu ke batu sampai orang-orang setempat merasa terganggu dan memasang tanda larangan mereka melakukan penyembahan. Menurut Nyalau, orang Tionghoa setempat yang menemani pria Siam itu melukis batu itu dengan garis-garis kuning, membuatnya terlihat seperti ular.

"Mereka juga membangun pondok peristirahatan tepat di sebelah 'ular'." Segera, orang Iban mulai memanggil batu lintang menjadi batu Nabau (sejenis ular raksasa yang dipercaya mendiami hutan Kalimantan. "Beberapa dari mereka juga menawarkan doa kepada 'ular' dan mengaku bahwa doa mereka telah dijawab. Beberapa mengaku mereka meminta 'ular' untuk nomor 4D dan memenangkan undian. Sesekali, kami juga melakukan upacara "miring" (blessing) di Batu Nabau, "kata Nyalau.

Beberapa orang setempat percaya bahwa 'ular' itu adalah dewa yang melindungi daerah mereka dengan kekuatan mistis. Mengalir di sebelah 'ular' adalah sungai kecil yang disebut Sungai Bukong, yang terkadang meluap dan menyebabkan banjir bila ada hujan.

Menurut penduduk setempat, batu tersebut belum pernah terendam namun tampak melayang di atas permukaan air meski seluruh area banjir. Hal ini semakin memperkuat kepercayaan masyarakat setempat bahwa Batu Nabau adalah dewa ular yang sesungguhnya.

Sebuah surat kabar nasional Melayu melaporkan beberapa tahun yang lalu bahwa alfabet Jawi telah ditemukan di Batu Nabau. Huruf 'alif' (ا), 'lam' (ل), 'nun' (ن), 'mim' (م) dan 'sin' (س) dilaporkan telah disusun secara terbalik. Tapi ketika BAT6 mengunjungi batu itu, sebagian ditutupi lumut dan cat kuningnya sudah pudar.

Batu itu telah menjadi ikon Engkilili selama bertahun-tahun dengan aturan tidak tertulis bahwa siapapun harus selalu memperhatikan perilaku saat mengunjungi daerah tersebut karena seperti yang disaksikan legenda, kesalahan apapun bisa mengakibatkan kutukan dari 'ular'.

Sisanya, masalah percaya atau tidak, kembali kepada pribadi Masing-masing. Yang jelas, Tuhan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Jadi jika anda mempunyai Tuhan, sebaiknya cukup Tuhan saja jadi penolong dalam kehiduapan ini.

 


Mau beli alat musik Dayak Kalimantan?
LIHAT ALAT MUSIK DAYAK
Hubungi Admin: 0811 5686 886.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar