Jual alat musik Dayak -->> Lihat Produk!

Demang Lehman Pejuang Banjar Tanpa Kepala

Demang Lehman Sang Pejuang Banjar dengan Nyali Waja Sampai Kaputing
Demang Lehman Pejuang Banjar Tanpa Kepala

Demang Lehman adalah seorang pejuang Banjarmasin yang gagah berani dan banyak merugikan pihak Belanda pada masa peperangan ditahun 1859 sampai 1906. Kerugian pihak lawan tidak sedikit, dan banyak juga korban jiwa dipihak musuh, sehingga nama Demang Leman dianggap berbahaya bagi kedudukan Belanda di Bajarmasin.

Penyebab perlawanan rakyat Banjarmasin karena Belanda seenaknya melakukan monopoli perdagangan dan ikut campur urusan dalam Kesultanan Banjar, termasuk terlalu banyak ikut campur dalam proses pergantian takhta Kesultanan.

Bulan Pada April 1859 bertepatan dengan bulan Ramadhan, pertempuran pecah. Perang ini termasuk perang terlama melawan kolonial Belanda, dari tahun 1859-1906. Dalam kurun waktu peperangan tersebut banyak pemimpin perlawanan gugur, namun perlawanan terus berlanjut sampai pada masa perlawanan Demang Lehman.

Seiring berjalannya waktu, seorang demi seorang pemimpin menyerah, tewas, ditangkap dieksekusi mati, namun perlawanan terus berlanjut, Di antaranya Pangeran Hidayatullah yang diasingkan, wafatnya Pangeran Antasari karena sakit pada tahun 1862,  Selanjutnya Anakhoda Lampung yang wafat tahun 1863, disusul Haji Buyasin tahun 1866 di Tanah Laut. Kemudian Pangeran Muhammad Aminullah yang menyerah di Sampanahan pada Oktober 1863.

Demang Lehman lahir di Martapura sekitar tahun 1837 dan diberi nama Idis. Oleh karena kesetiaan, kecakapan dan besar jasanya, oleh Pangeran Hidayatullah dirinya diangkat sebagai Kepala Distrik Riam Kanan sejak tahun 1857. 

Keberanian Demang Lehman membuat Belanda kewalahan dan menganggap dia sangat berbahaya. Helius mengatakan Willem Adriaan Van Rees seorang perwira militer Hindia Belanda menjulukinya sebagai Jenderalnya Hidayatullah.

“Belanda menganggap Demang Lehman sebagai musuh yang paling ditakuti dan paling berbahaya. Ia sebagai tangan kanan dari Pangeran Hidayatullah berhasil menggerakkan rakyat,” ucap Bambang Subiyakto dkk dalam Pangeran Hidayatullah Perjuangan Mangkubumi Kesultanan Banjarmasin.

Pangeran Hidayatullah bahkan pernah menyerahkan kepadanya sebuah tombak berlilit dan keris. Ahmad Barjie dalam Perang Banjar Barito 1859-1906 menyebutkan tombak bernama Kalibelah ini adalah benda kesayangan Hidayatullah.

Sementara Keris dari pengeran Hidayatuullah adalah hadiah dari Sultan Mataram kepada Sultan Suriansyah, ketika dia singgah ke Mataram dalam perjalanannya menuju Konstantinopel (Istanbul) Turki. Hingga akhirnya keris yang diwariskan dari sultan ke sultan ini sampai kepada Hidayatullah.

Ketika perang Banjar pecah, Demang Lehman dipercaya untuk memimpin pasukan di wilayah Martapura, Matraman, Tanah Laut dan Pengaron. Dia terlibat dalam berbagai pertempuran, baik bersama Pangeran Antasari maupun Pangeran Hidayatullah.

Demang Lehman melakukan penyerbuan besar-besaran ke pos pasukan Belanda di Martapura. Pada Agustus 1859, dibantu Haji Bajasin dan Kiai Langlang, Demang Lehman berhasil merebut benteng Belanda di Tabaniau. 

Demang Lehman berjuang dengan memakai sistem gerilya, terkenal dengan gerilya kilat. Dia selalu menyerang secara cepat dan tepat. Karena itu kerap kali Belanda kewalahan dibuatnya,” ungkap Tamar Djaja dalam Pustaka Indonesia: Riwayat Hidup Orang-orang Besar Tanah Air yang dimuat Historia.

Pada September 1859, dirinya juga memimpin pasukannya bergerilya di sekitar benteng Gunung Lawak. Meski kekuatan musuh besar, Demang Lehman berhasil merepotkan pertahanan mereka. 

Demang Lehman menggunakan taktik keluar masuk hutan. Penyerangan ini dilakukan secara cepat. Karena itulah Belanda sering kewalahan dan memilih merusak benteng kemudian meninggalkannya.

Setelah dari benteng Gunung Lawak, Demang Lehman memfokuskan kekuatannya di Martapura dan Tanah Laut. Dirinya kemudian ditugaskan menjaga pertahanan di kedua tempat itu selagi pasukan pemimpin perang lainnya mengambil pos pasukan Belanda. 

Demang Lehman beberapa kali terlibat pertempuran kecil di Martapura yang sebagian besar dimenangkan olehnya,” tulis M Fazil Pamungkas dalam Hikayat Demang Lehman dari Kesultanan Banjar.

Dijelaskan dalam buku Republik Indonesia: Kalimantan terbitan Kementerian Penerangan, Demang Lehman berperang dengan taktik dan persiapan yang matang, hal ini ditambah pengetahuan medan yang mumpuni. 

Melihat ketangguhan pasukan Demang Lehman, pada 1860, pemerintah Belanda kemudian mengirim surat kepada Pangeran Hidayatullah. Dia diminta menyerah dan menghentikan perlawanan.

Tetapi sang pangeran dengan tegas menolak menyerah. Mendapati jawaban tersebut pasukan Belanda kembali melancarkan serangan besar. Kali ini sasarannya adalah benteng pertahanan rakyat Banjar di Gunung Madang.

Tetapi Demang Lehman memimpin dengan sangat baik. Antara menyerang dan bertahan dilakukan dengan teratur dan terukur. Pasukan Belanda dibuat morat-marit saat Demang Lehman dan Antaluddin berhasil menghancurkan pertahanan mereka.

Ketika pasukan Belanda kocar-kacir, diam-diam Demang Lehman dan Tumenggung Antaluddin beserta pasukannya keluar benteng dan menyebar ke luar meninggalkan benteng, dan selanjutnya berpencar. 

Ketika Belanda berhasil masuk ke dalam benteng, mereka telah mendapati benteng yang kosong tanpa ada pasukan pejuang,” ungkap Henraswati dan Zulfa Jamalie dalam Pedagang dan Gerakan Perlawanan terhadap Kolonial Belanda pada Masa Perang Banjar (1859-1905).

Demikianlah perjuangan Demang Lehman yang mencapai banyak kemenangan akhirnya membuat Belanda mengalami banyak kerugian. Belanda mengakui sulit mengalahkan Demang Lehman melalui pertempuran, 

Belanda kemudian mengatur siasat baru. Mayor Koch, Asisten Residen di Martapura, atas perintah Residen Verspijk mengatur dan mengadakan komunikasi dengan Demang Lehman.

Akhirnya Demang Lehman dan Pangeran Hidayatullah bersedia bertemu jika Belanda berjanji mendudukkan sang pangeran sebagai Sultan. Belanda menyetujui permintaan ini, walau Demang Lehman juga curiga atas kesepakatan tersebut. 

Akhirnya atas surat Demang Lehman, Pangeran Hidayatullah mau kembali ke Martapura. Ketika dirinya bersama pengikutnya sampai ke Martapura, terlihat kondisi Pangeran Hidayatulah begitu memprihatinkan.

Hidayatullah dalam keadaan sakit, compang-camping dan hanya dapat memperoleh sedikit nasi sekali sehari, makannya yang sedikit itu ditambah dengan sayur mayur rebung.” jelas Helius. 

Siasat licik belanda mulai kelihatan. Dalam pertemuan itu, Verspijk berkhianat dengan permufakatan awal, dia malah menangkap dan menghukum Hidayatullah agar diasingkan ke Jawa dan membuat suatu seruan kepada rakyatnya untuk menyerah. Karena kondisi terjepit dan tidak memungkinkan, membuatnya harus menyepakatinya.

Demang Lehman begitu kecewa dan merasa bersalah, Karena itu dirinya mencoba mencegah pengasingan Hidayatullah tetapi kemudian bocor. Demang Lehman akhirnya pun ditangkap setelah dikhianati di Batu Licin. 

“Demang Lehman berhasil ditangkap atas persengkongkolan antara Syarif Hamid dan Pembarani, karena mereka akan dapat hadiah uang dan diberikan jabatan,” ungkap Ahmad Barjie.

Ditulis oleh Barjie, Demang Lehman memang masuk dalam daftar top four kepala yang paling dihargai tinggi setelah Pangeran Antasari, Hidayatullah dan Aminullah. Disebutkan kepala Demang Lehman dihargai 2000 gulden. 

Pada sore hari 21 Februari 1864, Demang Lehman kemudian ditahan dalam kondisi terikat. Dirinya divonis hukuman mati karena dianggap melakukan pemberontakan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah.

Sebelum di eksekusi Demang Lehman sempat berpesan, "Dengarlah semua, Benua Banjar ini kalau tidak dibasahi dengan air mata dan darah, akan terus dijajah oleh Belanda,” ucap Demang Lehman terakhir kali.

Dirinya dieksekusi dalam keadaan menjalankan ibadah puasa. Setelah dieksekusi gantung, kepalanya dipenggal lalu disimpan di Museum Batavia kemudian tengkoraknya dibawa dan ditempatkan di Museum Leiden, Belanda.

Setelah membaca cerita ini, ada satu hal yang perlu kita pelajari. Semua perjuangan itu akan hancur sia-sia karena pengkhianatan, apalagi pengkhianatan orang kita sendiri. Oleh karena itu, pengkhianat dalam perjuangan mempertahankan agama dan negara, layak dihukum mati.


Sumber Tulisan: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2022/08/05/hikayat-demang-lehman-dan-pesan-terakhir-sebelum-dieksekusi-di-tiang-gantung


Mau beli alat musik Dayak Kalimantan?

LIHAT ALAT MUSIK DAYAK
Hubungi Admin: 0811 5686 886.

About the Author

Saya Ferdinan, S.Sn. dipanggil Mbah Dinan. Saya komposer dan peneliti independen budaya musik Dayak kalimantan Barat. Bekerja di Taman Budaya Kalbar dan masih aktif memberi pelatihan seni musik pada komunitas dan instansi pemerintah di Kalimatan Bar…

إرسال تعليق

Tinggalkan komentar anda
Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.