Seni itu seperti orang buta memegang gajah Skip to main content

Seni itu seperti orang buta memegang gajah

Seni itu seperti orang buta yang memegang gajah

Kenapa seni selalu diperdebatkan?

Kenyataan sejarah berbicara bahwa kesinambungan dan perubahan sebuah kesenian mengikuti perkembangan intelektualitas dan kreatifitas masyarakat pemiliknya. Makanya wajar kalau ada yang bilang bahwa kesenian merupakan salah satu tolak ukur maju atau tidaknya kebudayaan suatu masyarakat. Hal ini karena beberapa bangunan dan hasil kesusastraan merujuk pada nilai estetis senimannya yang merupakan hasil dari pemikiran dan keterampilannya. Sedikit banyaknya hasil pemikiran dan keterampilan seorang seniman terpengaruh pada perkembangan kebudayaan yang ada dimasyarakat.

Subjek perkembangan nalar dan keahlian (intelektualitas dan kreatifitas) pada akhirnya akan merujuk pada faktor penentu yang kompleks. Baik itu berupa pendidikan eksak, moral, dan agama. Ketiga lingkup pendidikan itu akan menjadikan seorang seniman terus mencari pendalaman arti dan bentuk suatu kesenian. Pendalaman ini akhirnya membaca bekas pada perwatakan kemanusiaan (personalised beings). Hasil akhirnya adalah karya yang indah dan membumi sebagai pencerminan budaya masyarakatnya.

Kosmologi kenyataan

Kosmologi alam pikir dan perbuatan akan menunjuk pada suatu penciptaan seni. Pendalaman pendidikan eksak, moral, dan agama adalah bekal untuk memberikan makna dan bentuk yang dirasa cocok untuk menyampaikan ide atau cerita dalam karya seni. Sampai disini, alam manusia kemudian membelah menjadi kosmologi baru, yaitu karya dan manusia. Ketika kita memandang kosmologi karya dan manusia, kenyataan dari dua keadaan itu harus dibaca ulang oleh siapa saja yang ingin membaca kenyataan.
Ketika kita membaca ulang karya seni, dari sinilah timbul berbagai permasalahan karena adanya berbagai macam pandangan, berbagai macam rasa dan ketidakpuasan, dan berbagai macam alasan. Inilah yang membuktikan bahwa berbagai pandangan tentang seni selalu labil (tidak menentu dan absurd), bahkan untuk dibahas dalam bentuk yang dianggap sangat sederhana sekalipun.

Kenapa seni selalu melahirkan perdebatan dan pandangan yang berbeda? Karena pengalaman manusia berbeda pula. Pengalaman akan membentuk rasa dan melahirkan asumsi dipemikiran manusia. Kemudian asumsi itu dijadikan pegangan untuk menilai suatu karya seni. Selanjutnya kemampuan manusia itu terbatas. Artinya manusia tidak bisa menjabarkan keseluruhan dari karya seni. Kalaupun ada, maka itu sangat sedikit dan kita terlalu banyak ngawur ketika kita membahasnya dalam ruang estetika.

Orang buta memegang gajah

Ketika manusia mengartikan seni kurang lebih sama seperti orang buta ketika memegang gajah. Kalau dia memegang gadingnya, maka gajah itu akan difahami seperti gading. Padahal orang buta tersebut tidak juga melihat gading itu seperti apa bentuknya. Ketika orang buta itu memgang kuping gajah, maka dia memahami gajah seperti kuping gajah. Bahkan ketika orang buta itu memegang belalai gajah, maka dia mengartikan seni itu seperti belalai gajah. Padahal kita tau, bahwa dia hanya bisa menyangka, dan tidak ada yang bisa menjelaskan secara keseluruhan atau keutuhan seekor gajah tersebut.

Walau orang buta bisa mendefinisakan seni seperti bagian gajah yang dipegangnya, namun satu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Dia sesungguhnya tidak pernah melihat apa yang dia pegang tersebut. Bisakah kita menerima idiom penafsiran seperti itu? Asumsi dasar pertama akan meradikalisasi (menolak secara keras) teori orang buta tadi. Saya rasa inilah yang menarik untuk dibahas. Karena kalau kita sama-sama melihat dan mengerti tentang gajah, maka kita hanya duduk diam dan menganggap biasa saja. Inilah juga akan meramaikan dunia perdebatan dalam dialektika karya seni. Karena intinya kita hanya orang buta yang merasa nyaman dengan segala penafsiran buta kita.

Bahagia dan merdeka

Sadar atau tidak, nyaman atau tidak nyaman, terima atau menolak, semua penafsiran dan opini akan menjadi raja pada alam pemikiran masing-masing. Namun sadarkah anda, bahwa karya seni itu tidak akan merubah fakta sekalipun, walau kita menafsirkan dalam berjuta perbedaan. Karya seni itu akan tetap seperti dia dilahirkan. Namun hanya satu yang akan bertahan, bahwa semua itu akan indah ketika hati manusia terbuka seperti langit untuk melihat siapa saja dalam alamnya. Ketika itu terbuka, semua adalah kewajaran, namun tidak mewajarkan suatu yang dipaksakan. Semua akan terlihat indah dalam hati yang bahagia dalam balutan merdeka sesungguhnya. Sebenarnya inilah yang diinginkan karya seni,

Mau tau seni yang sebenarnya? itulah orang buta yang memegang gajah. Dia lebih nyata dari gajah yang dipegangnya. Namun sayang, tafsir ini banyak dibantah, bahkan dibantah oleh manusia itu sendiri ketika dia membiacarakan dirinya.

Diposting pertama 14 Juni 2019
Update sesuai tanggal posting.
Mau beli alat musik Kalimantan?
LIHAT ALAT MUSIK DAYAK
Hubungi Admin: 0898 8566 886.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar